Sabtu, 25 Mei 2013

Materi Debat : Pengaruh teknologi terhadap anak

KESIMPULAN
1. Dengan Teknologi informasi maka anak didik (siswa) akan lebih memiliki kreativitas yang tinggi.
2. Peningkatan Sumber Daya Manusia khususnya pengajar harus ditingkatkan (dan tidak ada yang Gagap Teknologi)
3. Peningkatan Anggaran Pendidikan baik dari Negara, maupun pemerintah daerah setempat.
    Sehingga tidak membuat kreativitas siswa terhambat karena minimnya dana yang disediakan
4. Sumber Informasi tidak memakai buku saja tapi juga Internet .
5. Dengan pemakaian computer imajinasi siswa akan lebih berkembang sehingga menimbulkan kreativitas bagi mereka.
6. tentunya para pengajar harus bisa memilah informasi yang baik, sehingga para murid tidak terkena dapak negatip dari perkembangan teknologi.
September 2008 17:29
Waspadai Perkembangan Teknologi Terhadap Anak
Astaga!HidupGaya – Tidak dipungkiri, seiring dengan berkembangnya jaman, semakin canggih pula teknologi yang ada. Sebut saja internet, sebagai salah satu teknologi komputer. Dan memang, beberapa tahun terakhir, internet telah menjadi salah satu wadah untuk mencari beragam informasi di tanah air.
Layaknya sebuah perpustakaan raksasa, seluruh informasi bisa didapat dalam sekejab. Namun begitu, bebasnya informasi yang didapat memungkinkan anak-anak di bawah umur mampu mengakses situs-situs yang tidak sesuai dengan usianya. Alhasil. orang tua merasa ‘kecolongan’, karena tidak mengawasi anak-anaknya.

Untuk itulah, pengenalan teknologi informasi untuk anak harus disertai bimbingan orangtua. “Seberat apapun, kalau bisa di rumah disediakan Teknologi informasi. Mengapa? Karena jika anak ke warnet, para orangtua pasti tidak bisa mengawasi situs apa saja yang dibuka. Kalau di rumah tentu, selain mengawasi, orangtua juga bisa belajar,” terang Roy Suryo, salah satu pakar telematika dalam sebuah talkshow di Kantor Pusat Unilever Jakarta, Selasa (23/9).

Bertajuk “Techno Kids-Kontroversi Perkembangan Tekonologi Informasi Pada Anak”, talkshow ini merupakan bagian dari program Unilever Daycare, yang menyediakan fasilitas Daycare (penitipan dan perawatan anak) untuk para karyawannya mulai dari tanggal 22 September hingga 10 Oktober mendatang. Ini merupakan tahun ke-5, di mana Unilever menyediakan fasilitas penitipan anak untuk usia 3 bulan hingga 10 tahun.

Menurut Dr Johny Sulistio, Senior Medical Advisor PT Unilever Indonesia Tbk, pendidikan anak bukan hanya didapat dari pendidikan formal/akademik saja. Namun juga bisa diperoleh di fasilitas penitipan dan perawatan anak.

“Daycare 2008 dirancang untuk memberikan pendidikan non formal untuk meningkatkan kecerdasan intelegensia dan emosional anak. Dengan tema ‘Menjelajahi Dunia melalui Teknologi, Seni dan Budaya’, di program ini anak akan diajak melakukan berbagai kegiatan yang memiliki unsur seni. Selain tentunya diperkenalkan dengan teknologi, yang kini sangat dekat dengan dunia mereka,” tutur Dr Johny.


Banyak bukti sisi negatif teknologi yang tidak disadari beredar di hadapan orangtua. Sebuah bukti sempat direkam dalam kamera video di sebuah sekolah dasar negeri percontohan di Bogor. Pada suatu hari Jumat siang, sejumlah murid asyik bermain perang-perangan menggunakan crossbow (panah menggunakan pelatuk seperti pistol) yang terbuat dari kayu yang dijual di pagar sekolahan. Pada saat yang sama, di sekeliling murid-murid tersebut guru-guru dan orang tua murid yang sedang menunggu terlihat tidak menyadari kejadian ini.
Tidak ada satu pun orang dewasa yang memerhatikan bagaimana anak-anak itu berinteraksi dengan kawan-kawan dan crossbow-nya. Murid-murid tersebut berkonspirasi, berstrategi, dan menghayati permainan dengan menampilkan mimik muka para prajurit perang yang siap menghabisi lawan. Tidak ada suatu hal pun yang meng-orkestrasi semua gaya anak-anak itu kecuali alam bawah sadarnya yang sudah dibentuk oleh televisi. Bukti visual ini pun menangkap sebuah interaksi yang sangat mirip dengan acara-acara perburuan dan penyergapan terhadap para penjahat yang acap kali disiarkan di televisi.

Memang sebagian besar keluarga di Indonesia masih menempatkan televisi di ruang keluarga. Celakalah para orangtua yang menempatkan televisi di kamar anak-anaknya karena mereka telah meletakkan racun pikiran tepat di jantung sasaran. Salah satu dampak negatif televisi adalah melatih anak untuk berpikir pendek dan bertahan berkonsentrasi dalam waktu yang singkat (short span of attention).
Sekarang banyak dijumpai anak-anak yang dicap malas belajar. Mungkin mereka bukan malas belajar. Otak mereka sudah tidak mampu menyerap bahan pelajaran dalam jangka waktu lebih lama dari jarak di antara dua spot iklan akibat pengondisian acara televisi.
>small 2small 0< televisi begitu dahsyatnya, bagaimana dengan komputer? Sejumlah penelitian bidang teknologi pendidikan menyatakan bahwa komputer memiliki dampak negatif terhadap pendidikan dan perkembangan anak sama banyaknya.
Menurut Paul C Saettler dari California State University, Sacramento, hasil tersebut muncul karena banyak penelitian membandingkan pendidikan yang konvensional dan yang dibantu teknologi tidak pernah berhasil melakukan perbandingan setara karena banyaknya aspek yang tidak teramati. Satu hal yang pasti, interaksi anak dan komputer yang bersifat satu (orang) menghadap satu (mesin) mengakibatkan anak menjadi tidak cerdas secara sosial.
Seperti halnya televisi, meletakkan komputer dengan CD-ROM di dalam kamar anak sama bahayanya. Hal ini, selain memungkinkan anak terlalu sibuk bermain game, komputer dengan CD-ROM memungkinkan masuknya VCD porno ke kamar anak tanpa sepengetahuan orangtua.

Kemajuan teknologi hampir di segala bidang, membuat keluarga di Indonesia mulai mengenal berbagai peralatan elektronik, baik teknologi digital, multimedia hingga internet pun mulai merambah ke hampir setiap rumah di kota besar seperti Jakarta.
Mau tak mau, Anda pun harus mulai memperkenalkan teknologi ini kepada anak-anak sejak awal. “Wawasan teknologi perlu diperkenalkan kepada anak sejak dini, mengingat penggunaannya berkaitan erat dengan nila-nilai kehidupan sehari-hari,” tukas Psikolog Tika Bisono.

Menurutnya, dengan sejak awal memperkenalkan teknologi pada anak, orangtua telah mempersiapkan mereka untuk mengerti dan memanfaatkan teknologi secara tepat guna. “Sehingga mereka memiliki dasat untuk menjadi sumber daya yang kreatif dan kompetitif di masa datang,” tambahnya.
Dari sisi edukasi, teknologi akan menjadi cara belajar baru yang lebih menyenangkan bagi anak-anak. Terutama pada komputer, di mana tersedia permainan yang dilengkapi dengan gambar dan suara sehingga tidak membuatnya cepat bosan.
“Sisi baiknya, anak menjadi lebih tekun dan terpicu untuk lebih berkonsentrasi,” lanjut penyanyi ‘Ketika Senyummu Hadir’ ini. Pada akhirnya anak-anak akan mengerti bahwa teknologi bukan sesuatu yang rumit, malah akan mendukung aktivitas dan kreativitas mereka.
Di sisi lain, Tika pun meminta orangtua untuk mewaspadai sisi negatifnya. Karena jika luput dari pantauan orangtua, anak-anak dapat menghabiskan waktunya duduk berjam-jam di depan komputer untuk bermain. Akibatnya ia tak mau bersosialisasi dengan temannya maupun keluarganya.
Mengenalkan teknologi, diakui Tika memang ada untung ruginya, namun semua itu tergantung dari kesiapan orangtua dalam mengenalkan dan mengawasi penggunaannya. “Untuk itu peranan para orangtua sangat penting dan dibutuhkan dalam memanfaatkan komputer tersebut,” lanjutnya lagi.
Televisi secara mendasar tidak baik bagi otak bayi, demikian dikatakan oleh sejumlah dokter spesialis yang dimuat dalam majalah kedokteran Jerman awal pekan ini.
Bahkan acara khusus televisi dan DVD rancangan khusus bagi bayi yang mengklaim dapat meningkatkan perkembangan otak secara nyata lebih membawa pengaruh buruk bagi perkembangan otak bayi,” demikian pernyataan dokter ahli yang dimuat dalam majalah Neu-Isenburg.
Bayi belajar mengalami gangguan dari televisi, demikian laporan ilmuwan yang mengacu kepada daya kerja otak yang merupakan penelitian Profesor Manfred Spitzer dari Ulm.
Menurut Manfred Spitzer bayi tak dapat memproses rangkaian dari tampilan benda maupun suara dari televisi, demikian dikatakan.
Spitzer mengatakan dalam satu penelitian di Amerika Serikat sekelompok bayi yang memiliki kisaran umur sembilan hingga 12 bulan dibacakan cerita dalam bahasa China sementara sekelompok bayi lainnya mendengarkan cerita yang sama dari sebuah televisi.
Bayi-bayi dari kelompok pertama dalam waktu dua bulan berselang dapatb mengenali suara dalam bahasa China namun kelompok dua yang melulu hanya mendengarkan dan melihat tampilan layar di televisi tidak mempelajari apapun.

ENERGI NUKLIR


Energi nuklir saat ini merupakan energi yang sangat berpengaruh dalam produksi listrik berbagai negara di muka bumi. Kebutuhan yang mendesak akan devisa dalam bentuk hard currency untuk membiayai pembangunan akan memberikan prioritas tinggi pada pemanfaatan sumber daya fosil, terutama minyak dan gas bumi sebagai komoditi ekspor dan mendukung industri petrokimia, khususnya pupuk yang merupakan komoditi strategis dalam pembangunan pertanian.
Apabila untuk memenuhi kebutuhan tersebut berbagai sumber daya tadi terus dieksplorasi, maka dapat dibayangkan betapa keroposnya mental manusia untuk menggapai masa depan yang cerah. Dalam konteks situasi itu, energi nuklir merupakan energi berskala besar yang penyediaannya dapat digunakan untuk jangka panjang. Pemanfaatannya pun selalu bertumpu pada perkembangan teknologi yang terbukti aman, handal. relatif ekonomis, bersih dan berwawasan lingkungan.
Pada periode pertama, penggunaan energi nuklir adalah untuk tujuan militer seperti misalnya sebuah reaktor pendorong kapal selam (submarine) milik AS, yang dikenal dengan nama Nautilus, dan senjata mematikan seperti bom atom yang pernah dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki pada akhir perang dunia kedua.
Ketika reaktor Calder Hall, yang merupakan reaktor nuklir pertama di Inggris beroperasi secara komersial pada bulan Oktober 1956, reaktor ini menghasilkan listrik untuk disambungkan ke jaringan listrik, sekaligus menghasilkan energi panas yang dibutuhkan oleh pabrik proses olah ulang bahan bakar di wilayah itu. Setelah lebih dari 40 tahun, empat unit reaktor Calder Hall dengan kapasitas masing-masing 50 MWe masih beroperasi sampai sekarang. Sejak saat itu pengembangan reaktor nuklir lebih diperluas, di mana energi panas yang dihasilkan dalam reaktor langsung dimanfaatkan.
Dulu, dengan alasan harga minyak dan gas yang murah, hanya seharga 7 dolar AS per barrel, tidak ada yang mencari energi nuklir. Tapi dengan meningkatnya harga minyak tiap barrel menjadi 18 dollar AS dan terus meningkat hingga saat ini mencapai 100 dolar AS per barrel, energi nuklir jadi jauh lebih menguntungkan. Saat ini terdapat 45 negara di dunia yang menggunakan energi nuklir dan ada sekitar 420 mesin reaktor listrik di dunia. AS sendiri menghasilkan 210 reaktor atom dan memproduksi sekitar 16 persen dari 367 ribu megawatt listrik dunia. Inggris dan anggota kelompok 8+1 juga memakai listrik bertenaga nuklir.
AS dan Inggris menggunakan lebih dari 30 persen listrik dari energi muklir. Dengan demikian, Rusia pun, yang mempunyai 26 persen cadangan energi dunia, lebih dari 30 persen keperluan energinya diperoleh dari energi nuklir. Negara-negara lain secara keseluruhan belum dapat menghasilkan para ahli yang mampu menguasai masalah nuklir untuk produksi reaktor nuklir. Sekarang ini, kebutuhan Iran akan listrik sebanyak 40 ribu megawatt, dan sampai 10 tahun ke depan keperluan itu bisa mencapai ke 80 ribu megawatt.
Dengan generator awal yang bisa menghasilkan energi listrik sebesar 2,5 persen, Iran masih berada di bawah negara-negara maju di Timur. Untuk mendapatkan 1.000 megawatt listrik dari pembakaran energi fosil dalam sehari, 70 juta ton gas dioksida akan mengisi angkasa, yang kemudian menimbulkan masalah-masalah lain seperti polusi. Oleh karena itu, diperlukan energi nuklir.
Pilihan akan pemanfaatan energi nuklir berdasar pada sebuah kebutuhan mendesak akan energi dan kebutuhan hidup manusia dari kebutuhan makanan sampai pada kelistrikan tanpa menjadikan bahan nuklir itu menjadi persenjataan yang dapat mematikan umat manusia. Berbagai manfaat yang diambil oleh ketersediaan bahan bakar dialam khususnya energi nuklir memberi manfaat yang begitu luas bagi kehidupan manusia yang sudah barang tentu ada efek lain yang sedang terus diminimalisasi, yaitu efek dari limbah nuklir.
Workshop ini dilatarbelakangi oleh munculnya kebijakan pasokan energi nasional dari energi nuklir sebesar dua persen pada tahun 2025. Wujud nyata dua persen sumber ini adalah pembangunan empat unit Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Semenanjung Muria. PLTN perdana akan mulai konstruksinya pada 2010 dan direncanakan mulai beroperasi pada 2016.
Pasokan energi nuklir yang persentasenya dua persen ini merupakan bagian dari skenario optimalisasi “energy mix” yang dikeluarkan oleh Pemerintah melalui Peraturan Presiden No. 5/2006 tentang Kebijakan Energi Mix Nasional. Indonesia memang menyadari bahwa kondisi eksisting perolehan sumber energi yang tergantung pada minyak tidaklah sehat. Karenanya kemudian disusunlah sebuah strategi berisi target penggunaan sumber-sumber lain selain minyak, gas, dan batu-bara.
Workshop ini dihadiri para pakar di bidang nuklir, seperti Ir. Ariwardojo, Deputi Kepala Badan Atom Nasional (Batan), Bidang Pengembangan Teknologi dan Energi Nuklir dan Dr. Zaki Su’ud, staf pengajar Program Studi Fisika, FMIPA ITB, seorang ahli reaktor nuklir. Mantan Kepala Batan yang sekarang duduk sebagai anggota Dewan Pengawas HIMNI pusat Ir. Iyos Subki, M.Sc, mengungkapkan bahwa workshop ini memang luas dan hanya menyentuh permukaan. “Setiap sub tema dari workshop ini bisa dijadikan seminar sehari,” katanya sambil tertawa. Dr. Ari Darmawan Pasek, Ketua HIMNI cabang Jawa Barat, yang sekaligus menjabat sebagai Kepala Pusat Rekayasa Industri ITB (dulu PAU, Pusat Antar Universitas) mengakui bahwa workshop ini luas dan hanya bisa menyentuh permukaan, namun dengan memberikan pemahaman menyeluruh justru menurutnya ini diharapkan menjadi pemicu kepedulian terhadap pengembangan energi nuklir di Indonesia.
Kalau diproyeksikan kebutuhan listrik dunia maka dapat diperkirakan bahwa kebutuhan listrik 25 tahun mendatang meningkat seperempat dari yang ada saat ini. Kebutuhan ini dapat terlihat dari grafik disebelah ini
Dari kedua jenis energi yang saat ini ditakutkan efek rumahkacanya. Memang gas alam akan banyak kesempatan untuk dipakai namun jumlah cadangan gas alam tidak lebih bagus dari batubara yang cadangan terbuktinya saat ini sudah mampu memenuhi kebutuhan selama 200 tahun. Ya, batubara sempat ditinggalkan karena pasarannya kemarin sempat “diserobot” oleh minyak bumi yang menggantikannya sementara. Minyak bumi mungkin memang masih akan tetap penting hingga 15-20 tahun. Namun sepertinya sudah dipastikan tidak bakalan mampu memenuhi kebutuhan energi dunia.
Nuklir memiliki dampak emisi rumah kaca paling kecil diantara sumber-sumber energi lainnya. Namun ketakutan atau bahkan phobia pada kecelakaan serta limbah energi nuklir masih sangat menghantui. Energi ini memang masih dianggap membahayakan bahkan sangat membahayakan. Selain itu ongkos modal dalam pembiayaan pembangunannya sangat besar yang sangat sulit dilakukan oleh negara-negara berkembang. Dan pastinya termasuk Indonesia
Bahayanya
Bekas Reaktor Nuklir Chernobyl dalam Bahaya
Moskwa, Selasa – Ruangan beton pelindung reaktor nuklir Chernobyl mulai ambruk dan mendesak untuk segera diperbaiki. Demikian dinyatakan Menteri Tenaga Atom Rusia Alexander Rumyantsev dalam sebuah acara konferensi pers, Selasa (22/4), hampir tepat 17 tahun setelah salah satu dari empat reaktor nuklir di Ukraina itu meledak dan menyebarkan awan radioaktif ke berbagai bagian benua Eropa.
“Kini, atapnya sewaktu-waktu bisa ambruk. Demikian pula dengan dinding-dinding penyangganya,” katanya. Rumyantsev menambahkan, dari dinding-dindingya yang rusak, radiasi (nuklir) sudah bocor keluar.
“Dinding-dinding ruangan beton itu sudah penuh lubang,” katanya. Informasi ini ia peroleh dari para karyawan kementerian yang dipimpinnya, yang bertugas memantau kondisi reaktor nuklir itu, yang terletak di Ukraina, bekas negara bagian Uni Soviet.
“Saya tahu bagaimana ruang beton itu dibangun. Bangunan itu didirikan dalam kondisi radioktif yang sulit bagi para pekerjanya. Mereka harus bekerja dengan cepat agar dapat segera menghindari bahaya,” katanya.
Bangunan beton itu dibangun untuk menghentikan kebocoran radiasi setelah terjadinya ledakan di instalasi pembangkit listrik tenaga nuklir Chernobyl pada tanggal 26 April 1986.
Insiden itu segera menewaskan sekitar 30 petugas pemadam kebakaran. Banyak warga lain yang terlibat dalam pekerjanaan di sana juga meninggal dunia selama beberapa pekan berikutnya. Diperkirakan, seluruhnya terdapat 15.000-30.000 orang yang tewas dalam bencana itu, yang merupakan bencana nuklir sipil terburuk di dunia.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kekuatiran masyarakat terhadap bahaya nuklir sangat beralasan mengingat beberapa bukti nyata dari korban pemboman Hirosima dan Nagasaki, kecelakaan Three Mile Island, dan Chernobyl.  Beberapa isu penting  yang sering muncul dikalangan masyarakat adalah permasalahan yang berkaitan dengan:
1.      Keselamatan PLTN
2.      Penanganan limbah nuklir
3.      Dampak radiasi terhadap lingkungan
Limbah radioaktif yang dikeluarkan oleh suatu proses nuklir dapat berbentuk cair maupun padat.  Berdasarkan aktivitas radiasi limbah ini digolongkan dalam limbah aktivitas rendah, menengah, dan tinggi. Limbah nuklir tidak boleh dibuang ke lingkungan secara langsung tetapi harus diolah terlebih dahulu melalui reduksi volum dengan metode isinerisasi, kompaksi, pengendapan kimia, dan ultra filtrasi.
      Kriteria penanganan limbah tidak berbeda dengan penanganan suatu instalasi nuklir yaitu tidak boleh menyebabkan kerusakan pada individu dan masyarakat dan kalaupun terjadi kecelakaan maka akibatnya tidaklah boleh melebihi batas ambang keselamatan manusia dan lingkungan.    
      Dengan kriteria kriteria inilah dilakukan berbagai bentuk pengelolaan limbah bahan radioaktif dimulai dari saat pelepasannya sampai pada penyimpanan akhir.  Teknologi yang digunakan untuk penyimpanan limbah haruslah teknologi yang sudah terbukti (proven). Saat ini teknologi untuk menyimpan limbah nuklir selama 1000 tahun sudah dikuasai. 
      Dari sisi limbah nuklir dalam bentuk bahan bakar bekas,  ada 3 cara pengelolaan bahan nuklir dilakukan yaitu :
·         Daur bahan nuklir sekali pakai.  Setelah bahan bakar selesai dipakai maka langsung disimpan ke tempat penyimpanan tanpa olah ulang.
·         Daur bahan bakar tertutup.  Setelah bahan bakar dipakai, maka sisa-siasanya dikumpulkan kembali untuk diolah ulang menjadi bahan bakar yang baru.
·         Daur bahan bakar terbuka.  Dalam daur ini bahan bakar bekas dapat diolah ulang ataupun tidak.  Untuk sementara penyimpanan dilakukan di penyimpanan sementara yang dikhususkan bagi limbah PLTN. Usia penyimpanannya dapat berjangka 30-40 tahun.  Metoda ini adalah metode yang paling luwes dipakai.
Ke tiga reaktor riset yang ada di Indonesia yaitu Reaktor Triga 2000 Bandung, Reaktor Kartini Jogyakarta, dan Reaktor G.A. Siwabessy menganut sistem pengelolaan yang ke tiga karena ada kemungkinan bahan bakar bekasnya di reeksport ke Negara pemasoknya untuk olah-ulang atau tujuan lain seperti penyimpanan permanen.

Radiasi dan Pengaruhnya Terhadap  Kesehatan dan Lingkungan

Secara fisika pengaruh bahan radioaktif ditandai dengan kemampuan bahan tersebut memancarkan sinar radiasi pengion baik oleh peristiwa peluruhan dari unsur yang tidak stabil ke unsur yang lebih stabil di alam maupun dari buatan manusia. 
Sumber radiasi alamiah berasal dari batuan atau tanah seperti Uranium, Radium dan Thorium, sinar kosmis dari matahari dan bintang. Sedang yang berasal dari buatan manusia adalah reaktor nuklir baik sebagai reaktor riset maupun reaktor daya dan senjata nuklir.   Ada dua bentuk penyinaran radioaktif yang mempengaruhi jaringan hidup yaitu penyinaran internal dan penyinaran eksternal. Penyinaran internal adalah penyinaran radioaktif yang berada dalam makhluk hidup akibat terserap atau ditelan, atau terkumpul dalam jaringan.  Hal ini umumnya berlaku bagi penyinaran radiasi yang berdaya tembus pendek seperti sinar Alpha dan Beta.  Kedua, penyinaran eksternal adalah penyinaran radioaktif yang mempengaruhi makluk hidup atau organisme melalui keberadaannya di luar jaringan. Penyinaran ini adalah penyinaran yang memiliki daya tembus tinggi seperti sinar Gamma. Ada penyinaran lain yang tidak menyebabkan ionisasi tapi keberadaannya dapat menyebabkan atom lain tidak stabil sehingga mampu memperoduksi bahan radoaktif lain.  Unsur tersebut adalah neutron. 
Penyinaran radiasi pengion dapat merusak proptoplasma maupun jaringan lain yang dapat menyebabkan kerusakan kulit, mata, rambut rontok, kanker, dan bahkan kematian.
Kita masih punya matahari, angin, arus laut, panas bumi, biomassa, mikrohidro, dan sebagainya, yang bisa (dimanfaatkan) untuk pembangkit listrik. Kenapa harus nuklir?” kata Liek dalam seminar Pro-Kontra Pembangunan PLTN di Semarang, Rabu lalu
Sementara itu, menurut Iwan, yang pernah aktif di Badan Tenaga Atom Nasional (Batan), menyatakan penguasaan teknologi yang masih rendah dan kultur serta budaya bangsa Indonesia yang korup dan kurang berdisiplin menjadikan PLTN sangat berbahaya. “Jika menangani lumpur Sidoarjo saja kita tidak bisa, bagaimana mengelola reaktor nuklir, yang rentan bocor?” ujarnya.
Guna mengatasi masalah pemanasan global yang mulai berdampak di beberapa wilayah Indonesia, kata Rachmat, diperlukan sumber energi alternatif dan bahan bakar jangka panjang. Sisa-sisa pembakaran, berupa karbon dioksida, harus dikurangi dengan mencari alternatif energi lain. Ia menyebut Australia saat ini sudah menggunakan tenaga ombak, Denmark memakai turbin angin, dan di beberapa negara maju ada yang menggunakan panas bumi serta matahari. “Indonesia memiliki potensi untuk memakai alternatif energi tersebut,”
TKW

Kisah yang dialami Ceriyati, perempuan asal Kedung Bokor, Larangan, Brebes ini sungguhlah memilukan hati. Dengan menguntai jalinan selimut dan kain, dia bergantungan dari lantai limabelas sebuah apartemen. Masalahnya dia bukan Tarzan tapi Ceriyati seorang TKW yang berusaha melarikan diri dari kekejaman majikannya di Malaysia.
Penderitaan yang dialami oleh Ceriyati sebenarnya hanyalah repetisi nasib tragis buruh migran dari Indonesia. Kisah yang hampir setiap tahun selalu dengan mudah ditemui dalam media massa di Indonesia. Anehnya, kisah itu tidak pernah berakhir dengan upaya pemerintah yang benar-benar melindungi. Bukan ending yang indah tentunya. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang merupakan lembaga yang bertanggungjawab bahkan seakan berposisi sebagai pembaca berita saja. Padahal data yang mereka keluarkan sendiri telah menyebutkan tidak kurang dari empat ratus ribu orang Indonesia bekerja diluar negeri selama tahun 2005. jumlah yang disebutkan itu yang tercatat oleh Depnakertrans dan tentu saja bisa meningkat hingga 10 kali lipat pekerja yang tidak tercatat di departemen tersebut.
Ada dua permasalahan dalam tulisan ini, pertama mengenai sejarah dan komposisi antara pasal demi pasal dalam Undang Undang Nomer 39 Tahun 2004; kedua, mengenai masalah perlindungan yang dijamin negara terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri terutama mereka yang berhadapan dengan hukum.
Pertama, konon sejak 18 Oktober 2004 telah terjadi sejarah dalam perundang-undangan karena UU no. 39 tahun 2004 ini merupakan undang-undang yang pertama kali mengatur tentang buruh migran di Indonesia. Buruh migran atau TKI selama ini cukup diatur dengan keputusan menteri saja. Artinya, itu merupakan masalah yang tidak perlu diprioritaskan dalam pemikiran para pembuat kebijakan di Legislatif dan Eksekutif. Keputusan menteri sudah cukup luar biasa untuk menangani permasalahan tersebut. Sebuah undang-undang yang diharapkan bisa menutup luka penderitaan TKI karena, masih di tahun yang sama, telah diketemukan 91 Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang dijadikan pekerja seks komersial di Kuching, 270 TKW mendiami kedutaan besar Indonesia karena melarikan diri dari majikannya, dan ditutup dengan kisah Nirmala Bonet yang menghenyakan segenap akal kemanusiaan. Itu baru yang terjadi di Malaysia saja, bisa dibayangkan jumlah mereka yang bekerja di lain tempat. Dari Nirmala Bonet hingga Ceriyati sudah terpaparkan nama-nama lain korban kekerasan yang dilakukan oleh majikan, aparat, hingga penipuan yang dilakukan oleh sesama bangsanya sendiri. Kenyataan itu membukakan mata meski telah diatur dengan undang-undang ternyata masih saja jatuh korban.

Fraksi-PKS Online: Anggota Komisi IX DPR Zuber Safawi menyesalkan konflik berkepanjangan antara Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) dengan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans).
Hal itu diungkapkan menyikapi kisruh biaya pemeriksaan kesehatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang berujung pada pelaporan dua perusahaan jasa TKI (PJTKI), PT Avida Aviaduta dan PT Bajri Putra Mandiri ke Poda Metrojaya. Kedua PJTKI ini dilaporkan BNP2TKI karena mengirimkan TKI tanpa melalui prosedur yang telah ditetapkan BNP2TKI namun melalui prosedur yang dibuat Depnakertrans
“Kalau memang ada ketidaksinkronan, segera perbaiki. Jangan Biarkan TKI yang jadi korban. Kalau BNP2TKI dan Depnakertrans masih seperti ini, akan makin banyak TKI yang terlantar. Padahal tugas kedua lembaga ini adalah sama-sama mengatur dan melindungi TKI,” ucap Zuber di Jakarta, Rabu (28/5)
Menurut Zuber, berdasarkan UU Nomor 39/2004 dan Perpres Nomor 81/2006 penempatan dan perlindungan TKI secara khsusus menjadi tanggung jawab BNP2TKI. Namun pada pelaksanaannya tetap harus berkoordinasi dengan Depnakertrans. “Bukan malah jadi rebutan wewenang,” tambahnya
Depnakertrans dan BNP2TKI, kata dia, seharusnya saling mendukung dan menguatkan dalam pembenahan penanganan TKI yang selama ini dipenuhi pungli dan praktik-praktik yang sangat merugikan TKI

PURWOKERTO – Dua orang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Banyumas menjadi korban kekerasan di Malaysia dan Bahrain. Dua TKI itu adalah Puji Lestari (28)? asal Desa Lesmana, Ajibarang dan Nur Hayati (27), warga Desa Besuki, Lumbir.
Puji bekerja di Malaysia tujuh bulan lalu, hingga kini, dia belum pulang ke Banyumas. Dia tidak tahu jalan keluar untuk pulang ke tanah air. Kepada suaminya, Irwan, Puji meminta untuk segera dipulangkan karena merasa tidak betah. “Istri saya sering dipukuli majikan,” kata Irwan kepada wartawan, Selasa (21/10/2008).
Dia mengatakan, melalui telepon istrinya bercerita kalau ia tidak pernah istirahat selama bekerja. “Pekerjaan yang dilakukan juga bukan pekerjaan layaknya seorang PRT. Hal tersebut tidak sesuai seperti dalam perjanjian dengan perusahaan pemberangkatan TKI,” ungkapnya.
Sedangkan Nur Hayati, sudah berhasil pulang ke desanya. Namun, dia mengalami trauma yang mendalam akibat kekerasan yang dilakukan majikannya. Nur Hayati yang bekerja di Bahrain mengalami depresi yang diduga akibat kekerasan yang dilakukan majikan. luka di beberapa bagian tubuh masih dirasakan korban.

Minim Informasi Kerja, TKI Jadi KorbanCalo Didi Syafirdi – detikNews
Indramayu – Informasi lapangan kerja penting bagi TKI yang akan mengadu nasib di luar negeri. Jika informasi kerja sulit didapat maka banyak TKI yang menjadi korban tipu muslihat calo
“Sulitnya akses informasi membuat para TKI menjadi sulit untuk berangkat,” kata Kasubdin Penempatan Tenaga Kerja Disnaker, Indramayu, Iwan Hermawan di kantornya, Jalan IR H. Juanda, Indramayu, Jawa Barat, Kamis (10/9/2008)
Iwan mencontohkan, ada sepasang suami istri yang tertipu Rp 60 juta oleh calo lantaran minimnya informasi lapangan kerja pada tahun 2007
“Mereka mengatasnamakan Kepala BNP2TKI dan dijanjikan akan diberangkatkan ke Korea. Ternyata tidak,” ujarnya
Dalam kesempatan itu, Iwan meminta agar informasi kesempatan kerja disampaikan tidak melalui internet sebaiknya lewat koran desa

Senin, 10 November 2008 | 20:15 WIB
WATES, SENIN – Sistem informasi manajemen tenaga kerja Indonesia di sejumlah kabupaten akan diperkuat mulai akhir tahun 2008. Penguatan sistem informasi itu menjadi upaya preventif pemerintah untuk mengurangi jumlah tenaga kerja ilegal melalui pemalsuan dan duplikasi identitas diri.
Kepala Pusat Informasi Perekonomian Badan Informasi Publik Departemen Komunikasi dan Informatika Agus Salim Hussein mengatakan, penguatan sistem informasi manajemen tenaga kerja Indonesia (SIM TKI) akan berlangsung di empat kabupaten di Indonesia, yakni Kabupaten Majalengka di Jawa Barat, Kabupaten Pemalang di Jawa Tengah, Kabupaten Ngawi di Jawa Timur, dan Kabupaten Kulon Progo di DIY. Keempatnya merupakan pemasok tenaga kerja terbesar di Indonesia.
“SIM TKI akan menghubungkan seluruh basis data tenaga kerja yang dimiliki berbagai stake holder, seperti dinas tenaga kerja daerah, kantor imigrasi, dinas kependudukan, dan lainnya,” ujar Agus dalam Workshop Penguatan Online System Data Based SIM TKI di Kulon Progo, Senin (10/11).
Pembentukan SIM TKI didasarkan pada Instruksi Presiden RI nomor 5 tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi Tahun 2008-2009. Keberadaan TKI ilegal adalah salah satu masalah nasional yang diprioritaskan untuk segera diatasi.
Ketua Kelompok Kerja Penempatan dan Perlindungan TKI Arifien Habibie menggambarkan, pada tahun 2007 saja jumlah TKI legal mencapai dua juta orang. Sementara jumlah TKI ilegal diperkirakan lebih banyak lagi.
“Padahal, kontribusi TKI, baik legal maupun ilegal, bagi pertumbuhan ekonomi dalam negeri cukup signifikan. Tahun 2007 tercatat remitensi, atau jumlah uang yang dikirimkan TKI dari luar negeri ke daerah asalnya, mencapai 6 miliar dollar AS, atau sekitar Rp 60 triliun,” katanya.
Dengan adanya SIM TKI, seorang TKI hanya memiliki satu identitas, dan bisa dicek di berbagai instansi. Nantinya, SIM TKI juga akan dilengkapi dengan data biometrik, seperti sidik jari, sehingga praktik pemalsuan identitas yang kerap dilakukan TKI ilegal menjadi mustahil untuk dilakukan.
Selain itu, SIM TKI juga akan mencatat keahlian TKI dan membantu mencocokkannya dengan ketersediaan lowongan kerja dari berbagai negara. Penempatan kerja TKI pun akan lebih mudah dilakukan, demikian pula dengan pengawasannya.
Diakui Kepala Subbidang Penyebaran dan Kerjasama Sistem Informasi Keimigrasian Direktorat Jenderal Imigrasi Rochadi Imam Santoso, SIM TKI tidak akan mudah diterapkan. Terdapat beberapa kendala utama seperti kurangnya tenaga ahli di bidang teknologi informasi, hingga gegar budaya kerja dari sistem manual menjadi otomatis yang akan menimpa dinas dan instansi yang berkepentingan mengurus TKI. http://www.kompas.com.

VHRmedia, Surabaya – Sepanjang semester I tahun 2008 sebanyak 4.174 buruh migran atau tenaga kerja Indonesia asal Jawa Timur dideportasi dari Malaysia. Dari jumlah itu, tenaga kerja asal Kabupaten Sampang menduduki peringkat pertama yaitu 697 orang, kemudian Pamekasan 544 orang, Sumenep 475 orang, dan Jember 307 tenaga kerja.
Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia Jawa Timur M Kholili mengatakan, penyebab utama tingginya deportasi adalah pelaksana teknis pemerintah kabupaten tidak menyalurkan informasi seluk-beluk tenaga kerja berdasarkan UU 39/2004 dan Inpres 6/2006 tentang Tenaga Kerja Indonesia.
 Sebagian besar TKI yang dideportasi tidak memiliki dokumen resmi standar tenaga kerja. Tidak sedikit juga yang disiksa majikan saat di perantauan. ” Banyak juga mereka yang ditangkap dan ditahan kepolisian Malaysia karena dituduh melakukan tindakan kriminal,” kata Kholili, Selasa (29/7).

TKI BISA JADI MERUPAKAN KORBAN DARI NEGARA LAIN AKAN TETAPI DIA JUGA MERUPAKAN PARA KORBAN CALO DALAM NEGERI!

CLONING

Introduction
The possibility of human cloning, raised when Scottish scientists at Roslin Institute created the much-celebrated sheep “Dolly” (Nature 385, 810-13, 1997), aroused worldwide interest and concern because of its scientific and ethical implications. The feat, cited by Science magazine as the breakthrough of 1997, also generated uncertainty over the meaning of “cloning” –an umbrella term traditionally used by scientists to describe different processes for duplicating biological material.

What is cloning? Are there different types of cloning?
When the media report on cloning in the news, they are usually talking about only one type called reproductive cloning. There are different types of cloning however, and cloning technologies can be used for other purposes besides producing the genetic twin of another organism. A basic understanding of the different types of cloning is key to taking an informed stance on current public policy issues and making the best possible personal decisions. The following three types of cloning technologies will be discussed: (1) recombinant DNA technology or DNA cloning, (2) reproductive cloning, and (3) therapeutic cloning.


Recombinant DNA Technology or DNA Cloning

The terms “recombinant DNA technology,” “DNA cloning,” “molecular cloning,” and “gene cloning” all refer to the same process: the transfer of a DNA fragment of interest from one organism to a self-replicating genetic element such as a bacterial plasmid. The DNA of interest can then be propagated in a foreign host cell. This technology has been around since the 1970s, and it has become a common practice in molecular biology labs today.

Scientists studying a particular gene often use bacterial plasmids to generate multiple copies of the same gene. Plasmids are self-replicating extra-chromosomal circular DNA molecules, distinct from the normal bacterial genome (see image to the right). Plasmids and other types of cloning vectors were used by Human Genome Project researchers to copy genes and other pieces of chromosomes to generate enough identical material for further study.

To “clone a gene,” a DNA fragment containing the gene of interest is isolated from chromosomal DNA using restriction enzymes and then united with a plasmid that has been cut with the same restriction enzymes. When the fragment of chromosomal DNA is joined with its cloning vector in the lab, it is called a “recombinant DNA molecule.” Following introduction into suitable host cells, the recombinant DNA can then be reproduced along with the host cell DNA.

Plasmids can carry up to 20,000 bp of foreign DNA. Besides bacterial plasmids, some other cloning vectors include viruses, bacteria artificial chromosomes (BACs), and yeast artificial chromosomes (YACs). Cosmids are artificially constructed cloning vectors that carry up to 45 kb of foreign DNA and can be packaged in lambda phage particles for infection into E. coli cells. BACs utilize the naturally occurring F-factor plasmid found in E. coli to carry 100- to 300-kb DNA inserts. A YAC is a functional chromosome derived from yeast that can carry up to 1 MB of foreign DNA. Bacteria are most often used as the host cells for recombinant DNA molecules, but yeast and mammalian cells also are used.


Reproductive Cloning

Celebrity Sheep Died at Age 6

Dolly, the first mammal to be cloned from adult DNA, was put down by lethal injection Feb. 14, 2003. Prior to her death, Dolly had been suffering from lung cancer and crippling arthritis. Although most Finn Dorset sheep live to be 11 to 12 years of age, postmortem examination of Dolly seemed to indicate that, other than her cancer and arthritis, she appeared to be quite normal. The unnamed sheep from which Dolly was cloned had died several years prior to her creation. Dolly was a mother to six lambs, bred the old-fashioned way.

Image credit: Roslin Institute Image Library

Reproductive cloning is a technology used to generate an animal that has the same nuclear DNA as another currently or previously existing animal. Dolly was created by reproductive cloning technology. In a process called “somatic cell nuclear transfer” (SCNT), scientists transfer genetic material from the nucleus of a donor adult cell to an egg whose nucleus, and thus its genetic material, has been removed. The reconstructed egg containing the DNA from a donor cell must be treated with chemicals or electric current in order to stimulate cell division. Once the cloned embryo reaches a suitable stage, it is transferred to the uterus of a female host where it continues to develop until birth.

Dolly or any other animal created using nuclear transfer technology is not truly an identical clone of the donor animal. Only the clone’s chromosomal or nuclear DNA is the same as the donor. Some of the clone’s genetic materials come from the mitochondria in the cytoplasm of the enucleated egg. Mitochondria, which are organelles that serve as power sources to the cell, contain their own short segments of DNA. Acquired mutations in mitochondrial DNA are believed to play an important role in the aging process.

Dolly’s success is truly remarkable because it proved that the genetic material from a specialized adult cell, such as an udder cell programmed to express only those genes needed by udder cells, could be reprogrammed to generate an entire new organism. Before this demonstration, scientists believed that once a cell became specialized as a liver, heart, udder, bone, or any other type of cell, the change was permanent and other unneeded genes in the cell would become inactive. Some scientists believe that errors or incompleteness in the reprogramming process cause the high rates of death, deformity, and disability observed among animal clones.


Therapeutic Cloning

Therapeutic cloning, also called “embryo cloning,” is the production of human embryos for use in research. The goal of this process is not to create cloned human beings, but rather to harvest stem cells that can be used to study human development and to treat disease. Stem cells are important to biomedical researchers because they can be used to generate virtually any type of specialized cell in the human body. Stem cells are extracted from the egg after it has divided for 5 days. The egg at this stage of development is called a blastocyst. The extraction process destroys the embryo, which raises a variety of ethical concerns. Many researchers hope that one day stem cells can be used to serve as replacement cells to treat heart disease, Alzheimer’s, cancer, and other diseases.

In November 2001, scientists from Advanced Cell Technologies (ACT), a biotechnology company in Massachusetts, announced that they had cloned the first human embryos for the purpose of advancing therapeutic research. To do this, they collected eggs from women’s ovaries and then removed the genetic material from these eggs with a needle less than 2/10,000th of an inch wide. A skin cell was inserted inside the enucleated egg to serve as a new nucleus. The egg began to divide after it was stimulated with a chemical called ionomycin. The results were limited in success. Although this process was carried out with eight eggs, only three began dividing, and only one was able to divide into six cells before stopping.

How can cloning technologies be used?
Recombinant DNA technology is important for learning about other related technologies, such as gene therapy, genetic engineering of organisms, and sequencing genomes. Gene therapy can be used to treat certain genetic conditions by introducing virus vectors that carry corrected copies of faulty genes into the cells of a host organism. Genes from different organisms that improve taste and nutritional value or provide resistance to particular types of disease can be used to genetically engineer food crops. See Genetically Modified Foods and Organisms for more information. With genome sequencing, fragments of chromosomal DNA must be inserted into different cloning vectors to generate fragments of an appropriate size for sequencing. See a diagram on constructing clones for sequencing.

If the low success rates can be improved (Dolly was only one success out of 276 tries), reproductive cloning can be used to develop efficient ways to reliably reproduce animals with special qualities. For example, drug-producing animals or animals that have been genetically altered to serve as models for studying human disease could be mass produced.

Reproductive cloning also could be used to repopulate endangered animals or animals that are difficult to breed. In 2001, the first clone of an endangered wild animal was born, a wild ox called a gaur. The young gaur died from an infection about 48 hours after its birth. In 2001, scientists in Italy reported the successful cloning of a healthy baby mouflon, an endangered wild sheep. The cloned mouflon is living at a wildlife center in Sardinia. Other endangered species that are potential candidates for cloning include the African bongo antelope, the Sumatran tiger, and the giant panda. Cloning extinct animals presents a much greater challenge to scientists because the egg and the surrogate needed to create the cloned embryo would be of a species different from the clone.

Therapeutic cloning technology may some day be used in humans to produce whole organs from single cells or to produce healthy cells that can replace damaged cells in degenerative diseases such as Alzheimer’s or Parkinson’s. Much work still needs to be done before therapeutic cloning can become a realistic option for the treatment of disorders.

What animals have been cloned?
Scientists have been cloning animals for many years. In 1952, the first animal, a tadpole, was cloned. Before the creation of Dolly, the first mammal cloned from the cell of an adult animal, clones were created from embryonic cells. Since Dolly, researchers have cloned a number of large and small animals including sheep, goats, cows, mice, pigs, cats, rabbits, and a gaur. All these clones were created using nuclear transfer technology.

Hundreds of cloned animals exist today, but the number of different species is limited. Attempts at cloning certain species such as monkeys, chickens, horses, and dogs, have been unsuccessful. Some species may be more resistant to somatic cell nuclear transfer than others. The process of stripping the nucleus from an egg cell and replacing it with the nucleus of a donor cell is a traumatic one, and improvements in cloning technologies may be needed before many species can be cloned successfully.

Can organs be cloned for use in transplants?
Scientists hope that one day therapeutic cloning can be used to generate tissues and organs for transplants. To do this, DNA would be extracted from the person in need of a transplant and inserted into an enucleated egg. After the egg containing the patient’s DNA starts to divide, embryonic stem cells that can be transformed into any type of tissue would be harvested. The stem cells would be used to generate an organ or tissue that is a genetic match to the recipient. In theory, the cloned organ could then be transplanted into the patient without the risk of tissue rejection. If organs could be generated from cloned human embryos, the need for organ donation could be significantly reduced.

Many challenges must be overcome before “cloned organ” transplants become reality. More effective technologies for creating human embryos, harvesting stem cells, and producing organs from stem cells would have to be developed. In 2001, scientists with the biotechnology company Advanced Cell Technology (ACT) reported that they had cloned the first human embryos; however, the only embryo to survive the cloning process stopped developing after dividing into six cells. In February 2002, scientists with the same biotech company reported that they had successfully transplanted kidney-like organs into cows. The team of researchers created a cloned cow embryo by removing the DNA from an egg cell and then injecting the DNA from the skin cell of the donor cow’s ear. Since little is known about manipulating embryonic stem cells from cows, the scientists let the cloned embryos develop into fetuses. The scientists then harvested fetal tissue from the clones and transplanted it into the donor cow. In the three months of observation following the transplant, no sign of immune rejection was observed in the transplant recipient.

Another potential application of cloning to organ transplants is the creation of genetically modified pigs from which organs suitable for human transplants could be harvested . The transplant of organs and tissues from animals to humans is called xenotransplantation.

Why pigs? Primates would be a closer match genetically to humans, but they are more difficult to clone and have a much lower rate of reproduction. Of the animal species that have been cloned successfully, pig tissues and organs are more similar to those of humans. To create a “knock-out” pig, scientists must inactivate the genes that cause the human immune system to reject an implanted pig organ. The genes are knocked out in individual cells, which are then used to create clones from which organs can be harvested. In 2002, a British biotechnology company reported that it was the first to produce “double knock-out” pigs that have been genetically engineered to lack both copies of a gene involved in transplant rejection. More research is needed to study the transplantation of organs from “knock-out” pigs to other animals.

What are the risks of cloning?
Reproductive cloning is expensive and highly inefficient. More than 90% of cloning attempts fail to produce viable offspring. More than 100 nuclear transfer procedures could be required to produce one viable clone. In addition to low success rates, cloned animals tend to have more compromised immune function and higher rates of infection, tumor growth, and other disorders. Japanese studies have shown that cloned mice live in poor health and die early. About a third of the cloned calves born alive have died young, and many of them were abnormally large. Many cloned animals have not lived long enough to generate good data about how clones age. Appearing healthy at a young age unfortunately is not a good indicator of long-term survival. Clones have been known to die mysteriously. For example, Australia’s first cloned sheep appeared healthy and energetic on the day she died, and the results from her autopsy failed to determine a cause of death.

In 2002, researchers at the Whitehead Institute for Biomedical Research in Cambridge, Massachusetts, reported that the genomes of cloned mice are compromised. In analyzing more than 10,000 liver and placenta cells of cloned mice, they discovered that about 4% of genes function abnormally. The abnormalities do not arise from mutations in the genes but from changes in the normal activation or expression of certain genes.

Problems also may result from programming errors in the genetic material from a donor cell. When an embryo is created from the union of a sperm and an egg, the embryo receives copies of most genes from both parents. A process called “imprinting” chemically marks the DNA from the mother and father so that only one copy of a gene (either the maternal or paternal gene) is turned on. Defects in the genetic imprint of DNA from a single donor cell may lead to some of the developmental abnormalities of cloned embryos.

For more details on the risks associated with cloning.

Should humans be cloned?
Physicians from the American Medical Association and scientists with the American Association for the Advancement of Science have issued formal public statements advising against human reproductive cloning. The U.S. Congress has considered the passage of legislation that could ban human cloning.

Due to the inefficiency of animal cloning (only about 1 or 2 viable offspring for every 100 experiments) and the lack of understanding about reproductive cloning, many scientists and physicians strongly believe that it would be unethical to attempt to clone humans. Not only do most attempts to clone mammals fail, about 30% of clones born alive are affected with “large-offspring syndrome” and other debilitating conditions. Several cloned animals have died prematurely from infections and other complications. The same problems would be expected in human cloning. In addition, scientists do not know how cloning could impact mental development. While factors such as intellect and mood may not be as important for a cow or a mouse, they are crucial for the development of healthy humans. With so many unknowns concerning reproductive cloning, the attempt to clone humans at this time is considered potentially dangerous and ethically irresponsible.

The issue of human cloning has been the subject of much public debate since the birth of the cloned sheep Dolly was announced in 1997. The profound ethical questions surrounding the prospect of the birth of a human clone have received much scrutiny. In recent months, the debate has included the topic of human embryonic stem cell research, which scientists believe could benefit from experimentation using the procedure pioneered by the scientists who produced Dolly.

Musyawarah Nasional VI Majelis Ulama Indonesia yang diselenggarakan pada tangga1 23-27 Rabi’ul Akhir 1421 H. / 25-29 Juli 2000 M. dan membahas tentang kloning, setelah
Menimbang .
1. Bahwa salah satu hasil kemajuan yang dicapai oleh iptek adalah kloning, yaitu “suatu proses penggandaan makhluk hidup dengan cara nucleus transfer dari sel janin yang sudah berdiferensiasi dari sel dewasa”, atau “penggandaan makhluk hidup menjadi lebih banyak, baik dengan memindahkan inti sel tubuh ke dalam indung telur pada tahap sebelum terjadi pemisahan sel-sel bagian-bagian tubuh”.
2. Bahwa masyarakat senantiasa mengharapkan penjelasan hukum Islam tentang kloning, baik kloning terhadap tumbuh-tumbuhan, hewan, dan terutama kloning terhadap manusia
3. Bahwa oleh karena itu, MUI dipandang perlu untuk menetapkan fatwa tentang hukum kloning untuk dijadikan pedoman.
Memperhatikan :
1. Kloning tidak sama dengan, dan sedikit pun tidak berarti, penciptaan, melainkan hanya sekedar penggandaan.
2. Secara umum, kloning terhadap tumbuh-tumbuhan dan hewan akan membawa kemanfaatan dan kemaslahatan kepada umat manusia.
3. Kloning terhadap manusia dapat membawa manfaat, antara lain : rekayasa genetik lebih efisien dan manusia tidak perlu khawatir akan kekurangan organ tubuh pengganti (jika memerlukan) yang biasa diperoleh melalui donor, dengan kloning ia tidak akan lagi merasa kekurangan ginjal, hati, jantung, darah, dan sebagainya, karena ia bisa mendapatkannya dari manusia hasil teknologi kloning.
4. Kloning terhadap manusia juga dapat menimbulkan mafsadat (dampak negatif) yang tidak sedikit; antara lain :
a. Menghilangkan nasab anak hasil kloning yang berakibat hilangnya banyak hak anak dan terabaikan-nya sejumlah hukum yang timbul dari nasab.
b. Institusi perkawinan yang telah disyari’atkan sebagai media berketurunan secara sah menjadi tidak diperlukan lagi, karena proses reproduksi dapat dilakukan tanpa melakukan hubungan seksual.
c. Lembaga keluarga (yang dibangun melalui perkawinan) akan menjadi hancur, dan pada gilirannya akan terjadi pula kehancuran moral (akhlak), budaya, hukum, dan syari’ah Islam lainnya.
d. Tidak akan ada lagi rasa saling mencintai dan saling memerlukan antara laki-laki dan perempuan.
e. Hilangnya maqashid syari’ah dari perkawinan, balk maqashid awwaliyah (utama) maupun maqashid tabi’ah (sekunder).





Posted By Muh Dachlan Fauzan

Shippers say a big thank you to those of you who have been willing to read the article that the author publish in this site. If there are criticisms and suggestions, please leave a comment on the bottom of the column so that the sender can show that really so interesting article for you to read.

Thank you very much


Comments
1 Comments

1 Responses So Far:

Unknown mengatakan...

just a test

Posting Komentar